LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA
ANALISIS II
“PENETAPAN KADAR
SENYAWA DALAM SEDIAANTETES MATA”
DISUSUN OLEH :
G2 FARMASI
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN MANDALA WALUYA
KENDARI
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Analisis
volumetri juga dikenal sebagai titrimetri, dimana zat yang akan dianalisis
dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan
dari buret dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang tidak diketahui
(analit) kemudian dihitung. Syaratnya adalah reaksi harus berlangsung secara
cepat, rekasi berlangsung kuantitatif dan tidak ada reaksi samping. Selain itu
jika reagen penitrasi yang dibiarkan berlebih, maka dapat harus diketahui
dengan suatu indicator, atau dapat dkatakan bahwa volumetric adalah penetapan
kadar suaru zat dalam larutan dengan jalan direaksikan dengan laritan zat lain
yang konsentrasinya diketahui sehingga keduanya bereaksi ekuivalen dengan
teliti,. Analisis kuantitatif focus kajianya adalah penetapan banyaknya suatu
zat tertentu (analit) yang ada dalam sampel.
Langkah
pengukuran dalam suatu analisis dapat dilakukan dengan cara kimia, fisika,
biologi. Teknik laboratorium dalam analisis kuantitatif digolongkan kedalam
titrimetri (volumetri), gravimetric dan instrumental.
Tetes
mata adalah cairan streil atau larutan berminyak atau suspensi yang ditunjukan
untuk dimasukan kedalam saccus konjungtival, mereka dapat mengandung
bahan-bahan antimikroba seperti antibiotik, bahan antiinflmasi seperti
kortikosteroid, obat mitok seperti fisostigmin sulfat atau obat midriatik
seperti atropine sulfat
Tetes
mata merupakan sediaan steril yang berupa larutan atau suspensi, digunakan
untuk mata dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir disekitar kelopak
mata atau bola mata, umumnya dibuat dengan cairan pembawa berair yang mengandung
pengawet terutama feril raksa, nitrat atau fenil raksa, asetat 0,002% b/v
benzalkonium klorida 0,01% b/v atau klorhexidina asetat 0,01% b/v yang
pemilihannya tergantung pada ketercampuran zat pengawetnya
1.2 Tujuan
percobaan
1. Untuk
menentukan kadar asam borat dan natrium klorida dalam sediaan tetes mata
2. Untuk
mengaplikasikan penetapan kadar secara alkalimetri dan argentometri dalam
sediaan tetes mata
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
II. 1 Dasar teori
Tetes
mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspense digunakan pada mata
dengancara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata atau
bola mata (FI.III, 1979). Tetes mata digunakan untuk menghasilkan efek
diagnostic dan teraupetik lokal dan yang lain untuk merealisasikan kerja
farmakologis yang terjadi setelah berlangsungnya penetrasi bahan obat, dalam
jaringan yang umumnya terdapat disekitar mata (Voight, 1994).
Pembuatan tetes mata membutuhkan
perhatian khusus dalam hal toksisitas bahan obat , sterilisasi dan kemasan yang
tepat. Beberapa tetes mata perlu hipertonik untuk meningkatkan daya serap dan
menyediakan kadar bahan aktif yang cukup tinggi untuk menghasilkan efek obat
yang cepat dan efektif. Apabila tetes mata seperti ini digunakan dalam jumlah
kecil, oengenceran dengan air mata cepat terjadi sehingga rasa perih akibat
hipertonisitas hanya sementara, tetapi penyesuaian isotonisitas oleh
pengenceran dengan air mata tidak berarti, jika digunakan larutan hipertonik
dalam jumlah besar sebagai koliria untuk membasahi mata. Jadi yang paling
penting adalah tetes mata harus mendekati isotonic (Puspitasari, 2009).
Bahan obat yang digunakan pada
mata adalah farmaka pelebar pupil (midriatika), seperti atropine, skopolamin,
fenilefrin, dan epiefrin sedangkan bahan dengan kerja penyempit pupil
(miotikal) seperti pilokarpin, fisostigmin, neostigmin dan paraixon. Untuk
melawan proses infeksi digunakan antibiotika disamping garam perak untuk
mengobati rasa nyeri digunakan anastetika lokal. Mata merupakan organ yang
paling peka dari manusia. Oleh karena itu sediaan obat mata mensyaratkan
kualitas yang lebih tajam (Puspitasari, 2009).
Beberapa syarat tetes mata adalah jerni,
steri,l isotonic, isohidris dan stabilitas. Penberian etiket pada pemberian
tetes mata tidak boleh digunkan lebih dari satu bulan setelah tutup dibuka
(Puspitasari, 2009).
Guna mengurangi iritasi perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut, yaitu penyesuaian pH dengan cairan air
mata, penyesuaian isotonis dengan air mata dan viskositas cairan air mata.
Viskositas diperlukan agar larutan obat
tidak cepat dihilangkan oleh air mata serta dapat memprpanjang lama kontak
dengan kornea, dengan demikian dapat mencapai hasil terapi yang besar.
Surfaktan
sering digunakan dalam tetes mata, karena mempunyai fungsih pembasa atau zat
penetrasi. Efek samping surfaktan ialah menaikkan kelarutan, hingga menaikkan
kadar dari obat kontak dengan mata, menaikkan penetrasi kedalam kornea dan
jaringan lain serta memperlama tetapnya obat dalam konjungtiva pada pengenceran
obat oleh air mata (Puspitasari, 2009).
Efek terapeutik suatu obat tergantung
dari banyak factor antara lain cara dan bentuk pemberian, efek fisikokimiawi
yang menentukan reabsorbsi, biotrasformasi dan ekskresinya dari dalam tubuh.
Selain itu, factor indifidu serta kondisi fisiologi pengguna juga sangat
berpengaruh. Hal yang juga penting adalah stabilitas dari obat itu sendiri.
Suatu obat akan memberikan efek terapeutik yang baik jika obat tersebut dalam
keadaan baik (Luawo et al, 2012).
Stabilitas yang baik mempengaruhi mutu
obat, sediaan farmasi yang bermutu adalah sediaan farmasi yang memenuhi
criteria aman, efektif, efisen, stabil dan nyaman. Untuk memenuhi criteria
tersebut, obat diformulasikan dalam bentuk sediaan tertentu sehingga dapat
mencapai tempat aksinya, memberikan efek samping yang minimal, stabilitas
sediaan yang optimal serta nyaman dalam pemakaian, mutu semua obat yang boleh
beredar harus terjamin baik dan diharapkan obat akan sampai kepasien dalam
keadaan baik. Penyimpanan obat yang kurang baik merupakan salah satu masalah
dalam upaya peningkatan mutu obat (Luawo et al, 2012).
II.
2 Uraian bahan
ll.2. 1 Aquadest (Dirjen POM, 1979:
96)
Nama resmi : AQUADESTILLATA
Nama lain : Air suling, Aquadest
Rumus molekul : H2O
Berat molekul : 18, 02
Pemerian : Cairan jernih, tidak
berwarna, tidak berbau,
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
II.2.2 Natrium hidroksida (Dirjen POM,
1979 )
Nama
resmi : NATRIUM
HYDROXYDIUM
Nama lain : Natrium hidroksida
Rumus molekul : NaOH
Berat molekul : 40.00
Pemerian :Bentuk batang, massa hablur atau
keeping- keping, rapuh dan
mudah meleleh basah, sangat alkalis dan korosif
Kelarutan :
Sangat mudah larut dalam air dan etanol (95%)
Mengandung
tidak kurang dari 97,5% alkali
jumlah dihitung sebagai NaOH dan tidak lebih dari 2,5% NaC03
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai zat tambahan
ll.2.3 Perak nitrat (Dirjen POM, 1979)
Nama
resmi : ARGENTI NITRAS
Nama lain : Perak nitrat
Rumus molekul : AgNO3
Berat molekul : 169, 87
Pemerian : Hablur trasparan atau serbuk
hablur berwarna putih,
tidak berbau, menjadi gelap jika kena cahaya.
Kelarutan : Sangat mudah larut
dalam air; larut dalam.
etanol (95%) p
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik,
Kegunaan : Sebagai zat tambahan
ll.2.4 Indikator fenoftalein
(Dirjen POM, 1979)
Nama
resmi : FENOLFTALEIN
Nama lain : Fenolftalein, Indikator PP
Rumus molekul : C20H14O4
Berat molekul : 318, 33
Pemerian : Serbuk hablur putih
atau putih kekuningan
Kelarutan : Praktis tidak larut
dalam air, larut dalam etanol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai indicator
ll.2.5 Gliserin (Dirjen POM,
1979)
Nama
resmi : GLYCEROLUM
Nama lain :
Gliserol, Gliserin
Rumus molekul : C3H8O3
Pemerian : Cairan seperti sirup,
jernih, dan tidak berwarna, tidak berbau manis diikuti rasa hangat
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air
dan dengan etanol (95%) P praktis tidak larut dalam kloroform P dan dalam
minyak lemak
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Zat tambahan
ll.2.6 Kalium kromat (Dirjen POM,
1979)
Nama resmi : KALII KROMAT
Nama lain : Kalium kromat
Rumus molekul : K2CrO4
Berat molekul : 194,2
Kelarutan : Sangat mudah larut
dalam air, larutan jernih
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai indicator
BAB III
METODE KERJA
III.1
Alat dan bahan
III.1.1 Alat yang digunakann
1. Buret
50 ml
2. Batang
pengaduk
3. Corong
gelas
4. Gelas
kimia 100 ml paragraf
5. Pipet
volume 10 ml
6. Labu
ukur 100 ml
7. Gelas
ukur 100 ml
8. Erlenmeyer
9. Timbangan
analitik
III.1.2 Bahan yang digunakan
1. Aquades
100 ml
2. Cendo
asthenof
3. NaOH
50 ml
4. AgNO3
50 ml
5. Indicator
fenolftalein 3 tetes
6. Gliserin
2,5 ml
7. Kalium
kromat 3 tetes
III.2 Prosedur kerja
a. Uji
kadar asam borat
1. Disiapkan
alat an bahan yang akan digunakan
2. Dimasukan
sampel (cendo asthenof) 10 ml kedalm labu ukur
3. Diencerkan
dengan aquades 100 ml
4. Dipipet
5 ml kedalam Erlenmeyer
5. Ditambahkan
2,5 ml gliserin lalu dihomogenkan
6. Ditambahkan
3 tetes indicator pp
7. Dititrasi
dengan NaOH
8. Diamati
perubahan warna yang terjadi
b. Uji
kadar NaCl
1. Disiapkan
alat dan bahan yang digunakan
2. Dimasukan
sampel (cendo asthenof) 10 ml kedlam labu ukur
3. Diencerkan
dengan aquades 100 ml
4. Dipepet
5 ml kedalam Erlenmeyer
5. Ditambhakan
3 tetes kalium kromat
6. Dititrasi
dengan AgNO3
7. Diamati
[erubahan warna yang terjadi
BAB
IV
HASIL
PENGAMATAN
IV.1
Tabel pengamatan
No
|
Berat sampel
|
Volume titran
|
Perubahan warna
|
|
Vt awal
|
Vt akhir
|
|||
1.
|
10 ml cendo asthenof
(kadar asam borat)
|
50 ml
|
49,9 ml
replikasi
|
Tidak berwarna
menjadi pink merah muda
|
2.
|
10 ml cendo asthenof
(kadar NaCl)
|
50 ml
|
Replikasi48,8 ml
|
Tidak berwarna
menjadi endapan merah bata
|
IV.2 Perhitungan
IV.2.1 Penentuan kadar asam borat
Dik : V.titran : 0,1 ml
N. titran :
0,1 N
BE :
58
Ml sampel :
10 ml
Dit : % kadar ?

ml sampel × 1000

10 ml × 1000

10.000
= 0.005%
IV.2.2
Penentuan kadar NaCl
Dik
: V.titran : 1,2 ml
N.titran : 0,1 N
BE :
62
ml sampel : 10 ml
Dit
: % kadar ?

Ml sampel × 1000

10 ml × 1000

10.000
= 0,074 %
BAB
V
PEMBAHASAN
Tetes mata
merupakan sediaan steril yang berupa larutan atau suspense, digunakan untuk
mata, dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir, disekitar kelopak mata
atau bola mata, umumnya dibuat dengan cairan pembawa berair yang mengandung
pengawet terutama feril raksa (II) nitrat atau fenil raksa (II) asetat 0,002 %
b/v benzalkonium klorida 0,01 % b/v atau klorhexidina asetat 0,01 % b/v yang
pemilihannya tergantung pada ketercampuran zat pengawet terhadap obat (Dirjen
POM, 1979)
Adapun tujuan
dari praktikum yaitu untuk menetukan kadar asam borat dan natrium klorida
sediaan tetes mata dan mengaplikasikannya penetapan kadar secara alkalimetri
dan argentometri dalam sediaan tetes mata, tetes yang digunakan dalam praktikum
ini adalah cendo asthenof sebagai sampel
Cendo asthenof
mengandung vitamin A dan oxymetazoline HCl yang merupakan obat untuk membantu
meringankan gejala kemerahan pada mata cendo asthenof juga dapat digunakan
untuk membantu mengurangi rasa tidak nyaman karena iritasi mata ringan sehingga
membuat mata kembali segar, membuat anda kembali nyaman untuk beraktivitas
Pada penetapan
kadar asam borat digunakan gliserin, adapun alasan penambahan gliserin
dikareakan bersifat melembabkan dan menyerap air dari udara, ini berarti bahwa
gliserin digunakan pula indicator fenolftalein sebagai indicator yang berfungsi
untuk memperjelas hasil warna yang ditampilkan pada TAT
Dalam penetapan
kadar asam borat ini digunakan metode alkalimetri. Prinsip prcobaan penetapan
kadar asam borat dalam cendo asthenof yang dilarutkan dalam aquades dan
penambahan gliserin dan indicator pp dimana titik akhir titrasi ditandai
perubahan warna dari larutan tidak berwarna (bening) menjadi merah muda
Pada penetapan
kadar NaCl digunakan indicator kalium kromat dengan maksud untk melihat dengan
jelas perubahan wrna yang terjadi. Adapun metode yang digunakan adalah
argentometri. Prinsip percobaan penetapan kadar NaCl dalam cendo asthenof yang
dlarutkan dalam aquades dan penambahan indicator kalium kromat dimana titik
akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari warna bening menjadi endapan
merah bata mendekati ke orange-orangean
Kadar NaCl pada
etiket yaitu 4,4 mg untuk sediaan tetes mata sedangkan untuk kadar asam borat
sebesar 15 mg untuk sediaan tetes mata
Dari hasil
perhitungan didapatkan nilai % kadar asam borat adalah 0,005% dan % kadar NaCl
adalah 0,074% dalam cendo asthenof, ketepatan ukuran menunjukan derajat
kedekatan hasil sediaan tetes mata cendo asthenof tidak memenuhi persyaratan yang
tertera pada farmakope Indonesia edisi IV tentang tetes mata cendo asthenof
mengandung tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 130% dari jumlah yang
tertera pada etiket
Adapun persamaan
reaksi yang terjadi pada percobaan ini yaitu :
1. Penentuan
kadar NaCl


2. Penentuan
kadar asam borat

Pertanyaann
penuntun?????
BAB
IV
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Tetes
mata merupakan sediaan steril yang berupa larutan atau suspensi, digunakan pada
mata dengan cara meneteskan obat pada
selaput lendir disekitar kelopak mata
2. Diperoleh
% asam borat yaitu 0,005 % dan % kadar NaCl yaitu 0,074 % pada sediaan tetes
mata cendo asthenof
V,
saran
lampiran
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen
POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Departemen Kesehatan. Republik Indonesia
Harjadi, Juliansyah. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia.
Jakarta
Juliansyah,
Riski. 2018. Petunjuk Praktikum Kimia
Analisis II. Stikes Mandala Waluya. Kendari
Khopkar, SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik II. Press. Jakarta
Watson, David, G. 2007. Analisis Kimia Analitik III. Buku
Kedokteran EGC. Jakarta