LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS II “PENETAPAN KADAR SENYAWA GOLOGAN XHANTIN(KAFEIN)”



LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS II
PENETAPAN KADAR SENYAWA GOLOGAN XHANTIN(KAFEIN)

                                  


DISUSUN OLEH :
G2 FARMASI


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA
KENDARI
2018






BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Kafein merupakan zat antagonis reseptor adenosin sentral yang bisamempengaruhi fungsi sistem saraf pusat dan mengakibatkan gangguan tidur. Anak yang mengkonsumsi minuman berkafein sekurang-kurangnya sekali sehari,mempunyai jumlah tidur mingguan 3 jam 30 menit kurang berbanding anak yang tidak mengkonsumsi kafein (Kirchheimer, 2004). Efek farmakologis berlebihan (over dosis) mengkonsumsi kafein dapat menyebabkan gugup, gelisah, tremor,insomnia, hipertensi, mual dan kejang (Farmakologi UI, 2002). Berdasarkan FDA (Food Drug Administration) yang diacu dalam Liska (2004), dosis kafein yang diizinkan 100- 200 mg/hari, sedangkan menurut SNI 01-7152-2006 batas maksimum kafein dalam makanan dan minuman adalah 150 mg/hari dan 50 mg/sajian. 
Kafein dapat menimbulkan beberapa efek jangka pendek seperti peningkatan denyut jantung, peningkatan respirasi, kecepatan metabolisme basal, refleks gastrointestinal, dan produksi asam lambung serta urin, sehingga setelah meminum kopi seseorang cenderung lebih sering ingin buang air. Lamanya efek kafein dipengaruhi oleh status hormonal seseorang, kebiasaan merokok, sedang menjalani pengobatan atau memiliki penyakit yang merusak fungsi hati (Erowid, 2005). Menurut Mutschler (1991) kafein dalam kopi dapat menyebabkan diuretika lemah karena kafein meningkatkan filtrasi glomerulus dan penurunan reabsorbsi natrium di tubulus ginjal. Walaupun efek diuresis kafein tidak cukup untuk digunakan sebagai terapi, tetapi pengaruhnya cukup mengganggu terutama bagi mereka yang karena tugasnya, kesempatan ke kamar kecil relatif terbatas, seperti pilot, petugas jaga atau supir truk yang harus mengemudi jarak jauh.
Kafein biasanya diisolasi dengan ekstraksi menggunakan pelarut organic dan kondisi ekstraksi yakni pelarut, suhu, waktu, pH, dan rasio komposisi solven dengan bahan sehingga dapat mempengaruhi efisiensi ekstraksi kafein (Perva et al., 2006).

I.2 Tujuan percobaan
1. Membuat larutan standar dengan iodometri
2. Menggunakan larutan standar natrium tiosulfat untuk penetapan kadar
kafein



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar teori
Iodimetri merupakan suatu metode titrasi iodometri secara langsung yang mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Salah satu sifat dari iodium adalah harga potensial standar (E) iodium berada pada daerah pertengahan  yaitu  iodium dapat digunakan sebagai oksidator maupun redukor. Walaupun pada dasarnya iodium akan lebih gampang mengoksidasi dari pada mereduksi (Khopkar, S.M., 2008).
Iodometri  merupakan salah satu metode analisis kuantitatif volumetri secara oksidimetri dan reduksimetri  melalui proses titrasi (W. Haryadi, 1990). Titrasi oksidimetria dalah titrasi terhadap larutan zat pereduksi (reduktor) dengan larutan standar zat pengoksidasi (oksidator). Titrasi reduksimetri adalah titrasi terhadap larutan zat pengoksidasi (oksidator) dengan larutan standar zat pereduksi (reduktor). Oksidasi adalah suatu proses pelepasan satu elektron atau lebih atau bertambahnya bilangan oksidasi suatu unsur. Reduksia dalah suatu proses penangkapan sau elektron atau lebih atau berkurangnya bilangan oksidasidari suatu unsur. Reaksi oksidasi dan reduksi berlangsung serentak, dalam reaksi ini oksidator akan direduksi dan reduktor akan dioksidasi sehingga terjadilah suatu reaksi sempurna.
Pada titrasi iodometri secara tidak langsung, natrium tiosulfat digunakan sebagai titrandengan indikator larutan amilum. Natrium tiosulfat akan bereaksi dengan larutan iodin yangdihasilkan oleh reaksi antara analit dengan larutan KI berlebih. Sebaiknya indikator amilumditambahkan pada saat titrasi mendekati titik ekivalen karena amilum dapat memebentuk kompleks yang stabil dengan iodin.
Kafein ditemukan oleh seorang kimiawan Jerman Friedrich Ferdinand Runge, pada tahun 1819. Kafein merupakan alkaloid xantin yang memiliki berat molekul 194,9 dengan rumus kimia C8H10N8O2, dan pH 6,9 (larutan kafein 1% dalam air).  Bentuk murni kafein dijumpai sebagai kristal berbentuk tepung putih atau berbentuk seperti benang sutera yang panjang dan kusut. Kristal kafein mengikat satu molekul air dan dapat larut dalam air mendidih.
Kafein merupakan senyawa terpenting yang terdapat di dalam kopi. Kafein berfungsi sebagai perangsang dan kaffeol sebagi unsur flavor. Pada saat penyangraian kopi, bagian kafein berubah menjadi kaffeol dengan jalan sublimasi (Ciptadi dan Nasution, 1985). Kafein dalam kopi terdapat dalam bentuk ikatan kalium kafein klorogenat dan asam klorogenat. Ikatan ini akan terlepas dengan adanya air panas, sehingga kafein dengan cepat dapat terserap oleh tubuh. Asam klorogenat terdapat secara luas pada tanaman namun kurang mempunyai efek fisiologi dibandingkan dengan kafein. Pada proses penyangraian, trigonellin pada biji kopi sebagian akan berubah menjadi asam nikotinat (niasin), yaitu jenis vitamin dalam kelompok vitamin B (Mahendradatta, 2007). 
Kafein sering digunakan sebagai perangsang kerja jantung dan meningkatkan produksi urin. Dalam dosis yang rendah kafein dapat berfungsi sebagai bahan pembangkit stamina dan penghilang rasa sakit. Mekanisme kerja kafein dalam tubuh adalah menyaingi fungsi adenosin (salah satu senyawa yang dalam sel otak bisa membuat orang cepat tertidur). Kafein itu tidak memperlambat gerak sel-sel tubuh, melainkan kafein akan membalikkan semua kerja adenosin sehingga menghilangkan rasa kantuk, dan memunculkan perasaan segar, sedikit gembira, mata terbuka lebar, jantung berdetak lebih kencang, tekanan darah naik, otot - otot berkontraksi  dan hati akan melepas gula ke aliran darah yang akan membentuk energi ekstra. Itulah sebabnya berbagai jenis minuman pembangkit stamina umumnya mengandung kafein sebagai bahan utamanya (Suriani, 1997). 

II.2 Uraian bahan
II.2.1 HCl (Dirjen POM, 1979: 53)
Nama resmi
Nama lain
Bobot molekul
Pemerian


Penyimpanan
Khasiat dan penggunaan
:
:
:
:


:
:
ACIDUM HYDROCHLORIDUM
Asam klorida
36,46
Cairan; tidak berwarna; berasap; bau merangsang. Jika diencerkan dengan 2 bagian air, asap dan bau hilang
Dalam wadah tertutup rapat
Zat tambahan; pelarut.
II.2.2 Indikator kanji (Dirjen POM, 1979: 93)
Nama resmi
Nama lain
Pemerian

Kelarutan

Penyimpanan

Khasiat dan penggunaan
:
:
:

:

:

:
AMYLUM ORYZAE
Pati beras
Serbuk sangat halus; putih; tidak berbau; tidak berasa
Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol (95%) P
Dalam wadah tertutup baik, ditempat sejuk dan kering
Zat tambahan
II.2.3 Iodium (Dirjen POM, 1979: 316)
Nama resmi
Bobot molekul
Pemerian

Kelarutan






Penyimpanan
Khasiat dan penggunaan
:
:
:

:






:
:
IODUM
126,91
Keping atau butir, berat, mengkilat, seperti logam; hitam kelabu; bau khas
Larut dalam lebih kurang 3500 bagian air, dalam 13 bagian etanol (95%) P, dalam lebih kurang 80 bagian gliserol P dan dalam kurang 4 bagian karbondisulfida P; larut dalam kloroform P dan dalam karbontetraklorida P
Dalam wadah tertutup rapat
Antiseptikum ekstern; antijamur
II.2.4 Kafein (Dirjen POM, 1979: 175)
Nama resmi
Nama lain
 RM/BM
Bobot molekul
Pemerian


Kelarutan


Penyimpanan
Khasiat dan penggunaan
:
:
:
:


:


:
:
COFFEINUM
Kofeina
pindahkan
194,19
Serbuk atau hablur bentuk jarum mengkilat biasanya menggumpal; putih; tidak berbau; rasa pahit
Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol (95%) P; mudah larut dalam kloroform p; sukar larut dalam eter P
Dalam wadah tertutup baik
Stimulan syaraf pusat, kardiotonikum
II.2.5 Kalium iodida (Dirjen POM, 1979: 330)
Nama resmi
Bobot molekul
Pemerian


Kelarutan



Penyimpanan
Khasiat dan penggunaan
:
:
:


:



:
:
KALII IODIDA
166,00
Hablur heksahedral; transparan atau tidak berwarna, opak dan putih; atau serbuk butiran putih, higroskopik.
Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih; larut dalam etanol (95%) P; mudah larut dalam gliserol P
Dalam wadah tertutup baik
Antijamur
II.2.6 Natrium tiosulfat (Dirjen POM, 1979: 428)
Nama resmi
Bobot molekul
Pemerian



Kelarutan

Penyimpanan

Khasiat dan penggunaan
:
:
:



:

:

:
NATRII THIOSULFAS
248,17
Hablur besar tidak berwarna atau serbuk hablur kasar. Dalam udara lembab meleleh basah; dalam hampa udara pada suhu di atas 33c merapuh
Larut dalam 0,5 bagian air; praktis tidak larut dalam etanol (95%) P
Dalam wadah tertutup rapat
Antidotum sianida




BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan bahan
III.1.1 Alat
1.   Batang pengaduk
2.   Buret 25 ml
3.   Corong kaca
4.   Gelas ukur 100 ml paragraf
5.   Labu Erlenmeyer 100 ml
6.   Pipet tetes
7.   Statif
8.   Timbangan analitik
III.1.2 Bahan
1.   HCl 5 ml
2.   Indikator kanji
3.   Kafein 100 mg
4.   Larutan iodine 15 ml
5.   Larutan kalium iodide 15 ml
6.   Natrium tiosulfat 0,1 N
III.2 Prosedur kerja
III.2.1 Penetapan kadar kafein dengan metode iodometri
1.   Dilarutkan 100 mg kafein dengan 5 ml HCl encer
2.   Ditambahkan larutan kalium iodide 15 ml
3.   Disimpan pada tempat gelap selama 15 menit
4.   Dititrasi dengan natrium tiosulfat 0,1 N
5.   Ditambahkan indikator kanji
6.   Dititrasi kembali dengan natrium tiosulfat 0,1 N
7.   Diamati perubahan warna
8.   Dihitug persen kadar


III.2.2 Penetapan kadar kafein dengan metode iodimetri
1.   Dilarutkan 100 mg kafein dengan 5 ml HCl encer
2.   Ditambahkan larutan kalium iodin 15 ml
3.   Ditambahkan indikator kanji
4.   Disimpan pada tempat gelap selama 15 menit
5.   Dititrasi dengan natrium tiosulfat 0,1 N
6.   Ditambahkan indikator kanji
7.   Dititrasi kembali dengan natrium tiosulfat 0,1 N
8.   Diamati perubahan warna
9.   Dihitug persen kadar




BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Tabel hasil pengamatan

No.

Berat sampel
Volume Titran

Perubahan Warna

Volume Titrasi

Vt (awal)

Vt (akhir)
1.
Kafein 100 mg (iodometri)
25 ml
23,5 ml
Bening
1,5 ml
2.
Kafein 100 mg (iodometri)
23,5 ml
22,5 ml
Kebiruan
1 ml
3.
Kafein 100 mg (iodimetri)
22,5 ml
14,6 ml
Cokelat - Bening
7,9 ml
4.
Kafein 100 mg (iodimetri)
14,6 ml
12,6 ml
Kebiruan
2        ml

IV.2 Perhitungan
IV.2.1 Penetapan kadar iodometri dengan kalium iodida
Dik :
Volume titran = 2,5 ml
Normalitas titran = 0,1 N
Berat setara kafein = 19,42
Bobot sampel = 100 mg
Faktor koreksi = 0,1
Dit : % kadar   = . . . . ?
Peny :
% kadar =
=
=
= 48, 55 %
IV.2.2 Penetapan kadar iodimetri dengan kalium iodida
Dik :
Volume titran = 9,9 ml
Normalitas titran = 0,1 N
Berat setara kafein = 19,42
Bobot sampel = 100 mg
Faktor koreksi = 0,1
Dit : % kadar   = . . . . ?
Peny :
% kadar =
=
=        
= 192,2 %



BAB V
PEMBAHASAN
            Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan berjudul kafein, dengan tujuan untuk menetapkan kadar kafein menggunakan metode titrasi iodometri dan titrasi iodimetri
            Iodometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif volumetri secara oksidimetri dan reduksimetri melalui proses titrasi (W Haryadi, 1990). Titrasi oksidimetri adalah titrasi pengoksidasi (oksidator). Titrasi reduksimetri adalah titrasi terhadap larutan zat pengoksidasi (oksidator) dengan larutan standar zat pereduksi (reduktor) (Regina, 2008).
Iodimetri adalah titrasi dengan larutan standar iodium yang dibebaskan pada suatu reaksi redoks (Regina, 2008).
Titrasi dengan natrium tiosulfat hanya boleh dilaksanakan dalam larutan asam atau hampir netral. Oleh karena itu, HCl digunakan untuk melarutkan kafein sehingga suasana menjadi asam karena kafein tidak bersifat asam disebabkan karena kafein tidak mempunyai atom hidrogen yang dapat dilepaskan sehingga kafein merupakan basa yang sangat lemah dan garamnya mudah terurai oleh air (Nurul dan Desy, 2013).
Digunakan indikator amilum untuk mengetahui titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna menjadi biru (Endah dkk, 2016). Pada penetapan kadar kafein dengan metode iodimetri, amilum dan iodin akan membentuk kompleks berwarna biru meskipun tidak terlalu terlihat (Harjadi, 1993; Khopkar, 1990).
Larutan kalium iodida maupun iodin disimpan pada tempat yang dingin dan gelap agar tidak rusak (Endah dkk, 2016). Dan untuk mencegah terjadinya peruraian asam iodida oleh cahaya matahari.
Pada penetapan kadar kafein dengan metode iodometri menggunakan kalium iodida, didapatkan kadar sebesar 48,55%. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa kadar kafein tidak kurang dari 85,6% (Dirjen POM, 1979). Pada penetapan kadar kafein dengan metode iodimetri menggunakan iodin, didapatkan kadar sebesar 192,2%. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa kadar kafein tidak lebih dari 100,1% (Dirjen POM, 1979).
Tinggi penurunan persen kadar pada metode iodometri disebabkan karena adanya aspek – aspek berikut (Nelson, 2002) :
1.      Hilangnya iodat sebagai iodium pada saat penambahan KI. Seperti diketahui bahwa metode iodometri menggunakan pereduksi kalium iodida untuk mereduksi iodat menjadi iodium. Pada saat inilah kemungkinan iodium yang dihasilkan terlepas ke udara sehingga hasil titrasi akan kecil.
2.      Bereaksinya iodium yang dihasilkan dengan air dan hasil reaksinya bereaksi lanjut yang akan menimbulkan penggunaan natrium tiosulfat menurun.
3.      Kepekaan dari indikator amilum berkurang.
Adapun persamaan reaksi yang didapatkan pada percobaan kali ini yaitu :
1.      Reaksi antara kafein dan iodium naik di d=hasil pengamatan
 + I2 + 3H+ + 3I-
2.      Reaksi antara natrium tiosulfat dan iodium
2Na2S2O2-3 + I2                   2Na2S4O2-6 + 2I-
3.      Reaksi antara kafein dan kalim iodida
C8H10N4O2 + KI                   C8H10N4I + KO2
4.      Reaksi antara natrium tiosulfat dan kalium iodida
2Na2S2O2-3 + KI                  2Na2S4O2-6 + KI



BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
            Setelah dilakukannya percobaan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1.      Pada metode iodometri di dapatkan % kadar yang tidak sesuai dengan literatur yaitu sebesar 48,55%.
2.      Pada metode iodimetri di dapatkan % kadar yang tidak sesuai dengan literatur yaitu sebesar 192,2%.
Sarannn
Lampiran
DAFTAR PUSTAKA
Ciptadi, W dan Nasution, M.Z. 1985. Pengolahan Kopi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI : Jakarta
Erowid. 2005. Caffeine Effects.
Farmakologi UI. 2002. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Gaya Baru : Jakarta
H. R. Fuada. 2013. Titrasi Reduksi. FIK UIN Alaudin : Makassar
Hanifah, Nurul, dan Desy kurniawati. 2013. Pengaruh Larutan Alkali Dan Yeast Terhadap Kadar Asam, Kafein, Dan Lemak Pada Proses Pembuatan Kopi Fermentasi. Undip : Semarang
Haryadi. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia : Jakarta
Kirchheimer, S. ,Smith, M.W. 2004. Coffee: The New Health Food.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Ahli Bahasa Oleh A.Saptoharjo. UI Press : Jakarta.
Khopkar, S.M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik, UI PRESS, Depok.
Mahendradatta, M. 2007. Pangan Aman dan Sehat. Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin: Makassar.
Mutschler, E. 1991. Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi. Bandung: Penerbit ITB
Liska, K. 2004. Drugs and The Body with Implication for Society. Edisi ke-7. New 1Jersey: Pearson.
Perva-Uzunaliæ, A.; M. Škerget; Z. Knez; B. Weinreich; F. Otto & S. Grûner. 2006. Extraction of active ingredients from green tea (Camellia sinensis): Extraction efficiency of major catechins and caffeine. Food Chemistry, 96, 597-605.
Saksono, Helson. 2002. Analisis Iodat Dalam Bumbu Dapur Sengan Metode Iodometri Dan X-Ray Fluorescence. UI : Depok.
Sukma wati, Endah, Novi Febrianti. 2016. Kandungan Asam Askorbat Dan Fenol Tomat Merah Dan Tomat Ungu Sebagai Sumber Belajar Biologi SMA Kelas XI. UAD : Yogyakarta
Suriani. 1997. Analisis Kandungan Kofeina Dalam Kopi Instan Berbagai Merek yang Beredar di Ujung Pandang. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin: Makassar.
Tutik Padmaningrum, Regina. 2008. Titrasi Iodometri. FMIDA UNY : Jogjakarta
W. Haryadi. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia : Jakarta

Related Posts

There is no other posts in this category.